SEJARAH TAFSIR KLASIK DAN
TAFSIR PADA MASA RASULULLAH
Oleh:
Siti Robikah
21514015
ILMU AL
QURAN DAN TAFSIR
IAIN
SALATIGA
ABSTRAK
Tafsir sudah ada sejak masa
Rasulullah SAW. Beliau adalah penafsir Al Quran pertama. Perkembangan
penafsiran setelah wafatnya Rasulullah menjadi awal adanya madzhab tafsir.
Keinginan setiap generasi untuk selalu mengkonsumsi dan menjadikan Al Quran
sebagai pedoman hidup. Semakin banyak para mufasir yang ingin menafsirkan Al
Quran maka akan semakin banyak pula perbedaan corak tafsir yang bermunculan.
Pada masa Rasulullah, ketika ayat Al Quran turun beliau langsung menjelaskan
dan menafsirkan ayat Al Quran. Para Ulama’ berbeda pendapat mengenai penafsiran Rasulullah. Sebagian dari
Ulama’ berpendapat bahwa semua ayat Al Quran telah ditafsirkan oleh Rasulullah
dan ada pula dari para Ulama’ yang berpendapat bahwa tidak semua ayat Al Quran
ditafsirkan oleh Rasulullah.
Kata kunci : Tafsir
A.Pendahuluan
Al Quran sebagai kitab suci
dan pedoman manusia mempunyai karakteristik yang terbuka untuk ditafsirkan.
Dapat terlihat dari sejarah penahsiran Al Quran sebagai respon umat islam dalam
upaya memahaminya. Pemahaman umat islam tidak berhenti ataupun monoton, tetapi berkembang
secara dinamis mengikuti perkembangan zaman. Inilah yang menyebabkan adanya
berbagai corak dan madzhab dalam penafsiran Al Quran.
Madzhab tafsir merupakan tema
besar yang berusaha mengkaji secara kritis mengenai berbagai upaya, kelompok
maupun individu, untuk menegakkan kitab suci Al Quran, bagaimana dari setiap
mereka memahami dan menginterpretasikan makna kata sehingga dari satu kata
tersebut memiliki ragam tafsir dan pemahaman dengan berbagai kepentingan yang
diusungnya.
Menurut Ignaz, munculnya perdebatan seputar
bacaan Al Quran dalam generasi awal tidak lain merupakan usaha untuk menjaga,
melestarikan dan menegakkan kitab suci ini. Ragam bacaan mencerminkan usaha
untuk menafsirkan firman Tuhan. Munculnya bacaan Al Quran yang dianggap liar
atau bahkan bertentangan dengan mushaf resmi mesti harus ditampilkan mengenai
prhelatan hebat seputar klaim kebenaran bacaan Al Quran, karena perbedaan
bacaan tidak semata-mata perbedaan redaksi bacaan, tetapi memiliki implikasi
yang sangat jauh dalam memahami dan memaknai teks kitab suci. Dan inilah
karakteristik tafsir tahap awal islam (Goldzhier,2013: )
B. Pembahasan
1. Pengertian Madzhab Tafsir
Secara bahasa madzhab tafsir
berasal dari dua kata yaitu madzhab dan Al Tafsir.Dalam kaidah bahasa arab kata
madzhab tafsir termasuk idhofah yang terdiri dari mudhof dan mudhof ilaih. Kata Madzhab berasal dari kata
dzahaba, yadzhabu, dzahaban yang artinya pergi atau mengambil jalan bisa
diartikan dengan aliran, pendapat, pandangan dan teori. Sedangkan kata Tafsir
berasal dari kata fassara,yufassiru,tafsiran yang artinya menerangkan,
menyingkap, menjelaskan.
Secara istilah kata madzhab dapat dipahami
sebagai hasil ijtihad, pemikiran atau penafsiran ulama yang kemudian oleh
pengikutnya atau muridnya dikumpulkan kemudian dinisbatkan kepada tokohnya.
Kata tafsir juga dapat dipahami sebagai sebuah hasil pemahaman terhadap
ayat-ayat Al Quran yang dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan
tertentu yang dipilih oleh seorang mufassir dengan tujuan untk menjelaskan makna
dan maksut yang terkandung di dalamnya. Menurut
Abu Hayyan tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan
lafadz-lafadz al-Qur’an dan menerangkan petunjuk-petunjuknya serta
hukum-hukumnya baik ketika mufrad maupun ketika tersusun dan makna-makna yang
dibawa oleh afal-lafal itu ketika susunan redaksi, serta ulasan-ulasan yang
melengkapi semua itu. Menurut Az-Zarkasyi tafsir adalah ilmu untuk memahami
Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan menjelaskan artinya
serta mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya ( Kuswaya, 2015: 238)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya
madzhab tafsir
Menurut Abdul Mustaqim dalam bukunya madzahibut
tafsir mengatakan bahwa munculnya madzhab-madzhab tafsir merupakan sebuah
keniscayaan sejarah. Sebab, setiap generasi ingin selalu “megkonsumsi” dan
menjadikanAlquran sebagai pedoman hidup, Bahkan kadang-kadang sebagai
legitimasi bagi tindakan dan perilakunya (Mustaqim,2003:4). Penulis
mengafirmasi Ignaz Goldziher yang menyatakan bahwa setiap arus pemikiran yang
muncul dalam perjalanan sejarah islam senantiasa cenderung mencari justifikasi
kebenaran bagi dirinya pada kitab suci dan menjadikan kitab ini sebagai
sandaran untuk menunjukkan kesesuaian pemikirannya dengan islam dan dengan apa
yang dibawa oleh Rasulullah SAW.(Goldzhier, 2014:3).
Secara
rinci, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya madzhab-madzhab tafsir secara
umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal (al-‘awâmil al-dakhiliyah)
dan faktor eksternal (al-‘awâmil al-khârijiyah).
1. Faktor internal
Faktor
internal adalah hal-hal yang ada di dalam teks itu sendiri, seperti pertama,
kondisi objektif teks al-Qur’an itu sendiri yang memungkinkan untuk dibaca
secara beragam.Sebagaimana banyak dalam literatur ulumul Qur’an bahwa al-Qur’an
diturunkan dengan berbagai versi bacaan atau yang dikenal dengan sab’atu ahruf.
Kedua, kondisi objektif dari kata-kata dalam
al-Qur’an yang memang memungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam.
Sebagaimana dikatakan oleh para ahli bahasa bahwa bahasaarab itu sangat kaya
makna, bahkan makna dari suatu kata kadang terus mengalami perkembangan.
Ketiga, adanya ambiguitas makna dalam al-Qur’an dengan
adanya kata-kata musytarak(nash yang dipakai untuk beberapa arti yang berlainan(
Ash-Shiddieqy,1997: 192) seperti kata al-Qur’u (dapat bermakna suci dapat pula
bermakna haid). Demikian pula kata-kata yang dapat diartikan hakiki dan majaz
seperti kata lamasa (dapat bermakna bersentuhan biasa dapat pula bermakna
bersetubuh).
2. Faktor eksternal
Faktor
eksternal adalah faktor yang berada di luar teks al-Qur’an yaitu kondisi
subjektif si Mufasir sendiri seperti kondisi sosio-kultural, politik,
prejudice-prejudice yang melingkupi Mufasirnya.Selain itu persepektif dan
keahlian atau ilmu yang ditekuninya juga merupakan faktor yang cukup
signifikan.Termasuk pula riwayat-riwayat atau sumber yang dijadikan rujukan
dalam menafsirkan suatu ayat.
Madzhab
tafsir yang sudah berkembang selama ini, ternyata para ulama berbeda-beda dalam
memetakannya. Ada yang membagi berdasarkan periodesasinya atau kronologi
waktunya menjadi madzhab tafsir klasik, pertengahan dan kontemporer. Ada pula yang berdasarkan kecenderungannya,
sehingga muncul madzhab teologi mufasirnya seperti tafsir sunni, mu’tazili dan
sebagainya. Ada pula yang melihat perspektif atau pendekatan yng dipakainya
sehingga muncul istilah tafsir sufi, fiqhi dan sebagainya.
C.Tafsir Periode klasik
Tafsir
periode klasik adalah tafsir yang berkembang pada masa Rasulullah hingga
munculnya tafsir masa pembukuan (akhir masa Daulat Bani Umayah atau awal Daulat
Bani Abbasiyah), yakni abad I H sampai abad II H.Tafsir periode ini meliputi
Rasulullah, Sahabat, Tabi’in. Tafsir pada masa Rasulullah dapat ditemukan dari
beberapa kitab hadis yang menjelaskan tentang penafsiran Al Quran dari nabi
kepada para sahabat.
Pada
masa Rasulullah SAW setiap menerima ayat Al Quran langsung menyampaikan kepada
para sahabat serta menafsirkan mana yang perlu ditafsirkan. Penafsiran
Rasulullah adakalanya dengan sunnah Qauliyah, Sunnah Fi’liyah, ataupun Sunnah
Taqririyah. Ketika itu tafsir yang diterima nabi sendiri sedikit sekali.
Menurut Aisyah ra “Nabi menafsirkan hanya beberapa ayat saja, menurut
petunjuk-petunjuk yang diberikan Jibril.”Maka dari itu para sahabat
bersungguh-sungguh mempelajari Al Quran, yakni memahami, menghayati maknanya (
Ash-shiddieqy, 1997:195).
Nabi
Muhammad SAW adalah awwalu al-mufassiriin, orang pertama yang menguraikan dan
menjelaskan Alquran kepada umatnya.Pada waktu Nabi masih hidup, tampaknya tak
seorang pun dari para sahabat yang berani menafsirkan Alquran.
Ayat Al
Quran yang menjelaskan bahwa Nabi ditugaskan untuk menerangkan Al Quran kepada umat
manusia.
An Nahl
(16): 64
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# wÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmÏù Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 cqãZÏB÷sã ÇÏÍÈ
64. dan
Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu
dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Dari
ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk
menerangkan, menjelaskan, dan memberikan penafsiran mengenai wahyu yang telah
diturunkan atas persoalan-persoalan yang diperselisihkan oleh umatnya dalam
masalah-masalah keagamaan( Mustaqim,2003:34-35).
Penafsiran
Nabi selalu dibantu oleh wahyu yang merupakan salah satu makna kemaksuman
Nabi.Apabila para sahabat tidak mengetahui makna atau maksdu suatu ayat, mereka
segera merujuk dan bertanya kepada beliau.Namun hal ini tidak berarti bahwa
seluruh kandungan makna Alquran secara detil sudah dijelaskan oleh Nabi, sebab
banyak ayat Alquran yang belum sempat dijelaskan oleh Nabi dan itu merupakan
tugas bagi generasi berikutnya untuk menjelaskannya ( Mustaqim,2003: 36).
Penafsiran
pada masa Nabi menimbulkan sebuah pertanyaan apakah semua ayat telah dijelaskan
Nabi atau hanya beberapa? Dan apabila tidak semua maka berapa banyak ayat yang
dijelaskan oleh Nabi?
Para
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hal ini. Terdapat dua pendapat yang berbeda.
Pertama, diwakili oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa Rasulullah telah
menjelaskan setiap lafadh dan makna Al Quran kepada Sahabatnya. Ibnu Taimiyah
berkata “ Wajib untuk diketahui, bahwa Rasulullah telah menjelaskan makna Al
Quran kepada para sahabat sebagaimana belaiupun telah menjelaskan
lafadz-lafadznya. Firman Allah yang berbunyi, “ li tubayyina linnasi ma nuzzila
ilaihim” membuktikan hal tersebut. Kedua, Al Khubi (w. 637 H) mengatakan
bahwa penafsiran Al Quran yang benar tidak dapat diketahui, kecuali dengan cara
mendengarkan dari Rasul, dan hal itu tidak terjadi kecuali pada sebagian ayat
kecil saja. As Suyuthi menguatkan bahwa riwayat yang shahih dari Nabi berkaitan
dengan penafsiran Al Quran sangat sedikit, bahkan riwayat yang datang dari Nabi
tentang persoalan itupun sangat sedikit ( Muhammad, 1992:14-15).
Beberapa
contoh ayat yang dijelaskan oleh Nabi.
Firman
Allah:
z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB y7ç6Éf÷èã ¼ã&è!öqs% Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# ßÎgô±ãur ©!$# 4n?tã $tB Îû ¾ÏmÎ6ù=s% uqèdur $s!r& ÏQ$|ÁÏø9$# ÇËÉÍÈ
204. dan
di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal
ia adalah penantang yang paling keras ( Al Baqarah:204).
Al Bukhori, Muslim, dan At Turmudzi telah
eriwaatkan hadis dari Aisyah ra, dari Nabi SAW bersabda
اَبْغَضُ الرِّجَالَ اِلَي اللهِ الأَلَدُ
الخَصْمُ
Artinya: “ Laki-laki yang paling dibenci Alla
adaah penantang yang keras.”
Firman Allah:
(#qÝàÏÿ»ym n?tã ÏNºuqn=¢Á9$# Ío4qn=¢Á9$#ur 4sÜóâqø9$# (#qãBqè%ur ¬! tûüÏFÏY»s% ÇËÌÑÈ
238.
peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
Al Bukhori dan At Tirmidzi meriwayatkan sebuah
hadis dari Ali ra yang menyebutkan bahwa
pada peristiwa Al Ahzab, Nabi SAW bersabda:
اَللَّهُمَّ امْلَأ قُبُورَهُم وَبُيُوتَهُمْ
نَارًا كَمَا شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الوُسْطَي حَتّى غَابَتِ الشَّمْسُ
Artinya: “ Ya Allah penuhilah kuburan dan rumah
mereka dengan api sebagaimana halnya mereka memalingkan kita dari sholat wustha
hingga matahari terbenam.”
QS Al
Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
4 (#qè=ä.ur (#qç/uõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKt ãNä3s9 äÝøsø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsø:$# ÏuqóF{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# (
187. Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, Yaitu fajar.
Al
Bukhari dan Muslim telah menyampaikan sebuah riwayat dari Adi bin Hatim
mengenai penafsiran QS Al Baqarah tersebut. Ibnu Hatim bertanya kepada
Rasulullah SAW, Apakah yang dimaksud dengan dua benang ( al kaith, Al Biyadh
min al kaith al aswad)?” Rasulullah menjawab “ Jika dapat melihat “dua benang”,
tentunya tengkuk engkau sangat lebar. Bukan itu maksudnya, melainkan pekatnya
malam dan terangnya siang.”
Ketika
turun surat Al-an’am ayat 82:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=t OßguZ»yJÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ
82. orang-orang yang
beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Para
sahabat kesulitan dalam memahaminya.Lalu mereka bertanya kepada Nabi, “Wahai
Rasulullah!Siapa diantara kami yang tidak berbuat zalim terhadap dirinya?” Nabi menjawab , “ Maksud Zalim disini bukan
seperti yang kalian kenal selama ini. Tidaklah kalian mendengar firman-Nya:
cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
13. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
D.Kesimpulan
Madzhab tafsir muncul dikarenakan adanya
faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik itu faktor internal maupun
eksternal.Perbedaan pemetaan oleh Ulama menyebabkan banyaknya klasifikasi dalam
madzhab tafsir.Ada yang membagi berdasarkan periodesasinya
atau kronologi waktunya menjadi madzhab tafsir klasik, pertengahan dan
kontemporer. Ada pula yang berdasarkan
kecenderungannya, sehingga muncul madzhab teologi mufasirnya seperti tafsir
sunni, mu’tazili dan sebagainya. Ada pula yang melihat perspektif atau
pendekatan yang dipakainya sehingga muncul istilah tafsir sufi, fiqhi dan
sebagainya.
Tafsir
periode klasik meliputi masa Rasulullah, Sahabat, dan Para Tabi’in.Rasulullah
menafsirkan Al Quran adakalanya dengan sunnah qauliyah, fi’liyah maupun
taqririyah.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar
Ilmu Al Quran dan Tafsir.1997. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Goldziher, Ignaz. Madzhab Tafsir dari klasik hingga modern.
2006. Yogyakarta: Elsaq Press
Kuswaya, Adang. Model Penelitian Hermeneutika.2015. Yogyakarta: Trust Media Publishing
Mustaqim,
Abdul. Madzahibut Tafsir. 2003. Yogyakarta: Nun
Muhammad, Muhammad Abdurrahman. Penafsiran Al Quran dalam
Perspektif Nabi Muhammad. 1999. Bandung: CV Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar