Kamis, 07 April 2016

asbab An Nuzul



Bab I
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang.
            Dalam pemahaman dan keyakinan kita sebagai umat Islam, Al-Qur’an sebagai kitab suci, mengandung sabda Tuhan (Kalam Allah) yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, secara berangsur-angsur (mutawatir). Dalam memahami Alqur’an yang mulia itu, tentunya kita perlu untuk mengetahui apa sebab diturunkannya Al-Qur’an itu ke bumi ini. Atau yang lebih kita kenal dengan Asbab Al-Nuzul. Pentingnya ilmu asbab Al-nuzul dalam ilmu Al-Qur'an ialah guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri.  
Ilmu Asbab A-Nuzul mempunyai pengaruh yang penting dalam memahami ayat, karenanya kebanyakan ulama begitu memperhatikan ilmu tentang Asbabun Nuzul bahkan ada yang menyusunnya secara khusus.
            Oleh karena pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya, dapatlah dikatakan bahwa di antara ayat Al-Qur'an ada yang belum tentu dapat dipahami secara jelas atau tidak mungkin diketahui ketentuannya/hukumnya tanpa ilmu Asbabun Nuzul.
1.2.      Rumusan Masalah
A.    Membahas pengertian Asbab Al-Nuzul
B.     Membahas pengetahuan Asbab Al-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an
C.     Membahas kegunaan dan faedah mengetahui Asbab Al-Nuzul

1.3.      Tujuan
A.       Dapat memahami Isi/kandungan Al-Quran dengan benar.  
B.       Dapat mengetahui latar belakang ayat tersebut diturunkan.
C.       Dapat menetapkan hukum atas diturunkanya kisah didalam Al-Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Asbab Al-Nuzul
Secara etimologi, “Asbab Al-Nuzul” berarti sebab-sebab atau latar belakang turunya ayat-ayat. Al Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara bernagsur-angsur melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an diturunkan tidak lain adalah untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu, dapat dikatakan bahwa penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan kehidupan manusia merupakan sebab umum turunnya Al-Qur’an. Menurut Mana’ Al-Qathan asbab al-nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunya Al-Qur’an berkenaan dengan waktu peristiwa itu terjadi baik berupa kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi SAW. (Mana’ Al-Qathan, 2007: 95).
ما نزلت الا ية اوالايا ت بسببه متضمنة له او مجيبة عنه او مبينة لحكمه زمن وقوع
Artinya :
Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut”.
            Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebab turunnya suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Suatu ayat atau beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban atas pertanyaan tertentu.
            Sebab-sebab turun ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam. Pertama, peristiwa berupa pertengkaran seperti perselisihan yang berkecamuk antara segolongan dari suku Aus dan golongan dari suku Khazraj. Perselisihan itu timbul dari intrik-intrik orang yahudi sehingga mereka berteriak: “Senjata senjata! perang!”. Peristiwa tersebut menyebabkan turunya ayat di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran (3): 100.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ
 (ال عمران : ..ا)
Artinya :
”Hai orang-orang beriman, jika kamu  mengikuti sebagian orang-orang yang diberi Al-Kitab,  niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman”.
Hal ini merupakan cara terbaik untuk menjauhkan orang-orang dari perselisihan dan merangsang orang kepada sikap kasih sayang, persatuan, dan kesepakatan.
Yang kedua, peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti peristiwa seseorang yang mengimami shalat sedang dalam keadaan mabuk sehingga salah dalam membaca surat Al Kafirun. Ia membaca,
قل يا ايها الكا فرون. اعبد ما تعبدون
Dengan tanpa لا pada  اعبد لا . peristiwa ini menyebabkan turunnya ayat :  
يا ايهاالذين امنو لا تَقْربُو الصلو ة وانتم سكرى حتى تعلموا ما تقولون...... (النساء: 43)
Artinya :
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu hampiri sholat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan......” (Q.S An-Nisa’: 43)
            Yang ketiga, peristiwa berupa adanya cita-cita atau keinginan. Contohnya adalah dalam sejarah yang mencatat ada beberapa ucapan yang ingin di sampaikan sahabat Umar bin Khattab, tetapi beliau tidak mengucapkanya, kemudian turunlah ayat yang diinginkan Umar dalam QS Al Mukminun (23) ayat 14:
فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ…
Artinya: “Maka Maha sucilah Allah, pencipta yang paling baik”.
 Adapun sebab-sebab turunnya ayat dalam bentuk pertanyaan dapat dikelompokkan dalam tiga macam (Ramli Abdul Wahid, 1993: 32). Pertama, pertanyaan yang berhubungan dengan sesutu yang telah lalu, seperti dalam surat Al-Kahfi ayat 83:
ويسْألُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُوعَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang zulkarnain”.
Yang kedua, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu, seperti dalam surat Al-Isro’ ayat 85:
مِنَ أُوتِيتُمْ وَمَا رَبِّي أَمْرِ مِنْ الرُّوحُ قُلِ الرُّوحِ عَنِ وَيَسْأَلُونَكَ
قَلِيل إِلَّا الْعِلْمِ
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah bahwa ruh itu urusan Tuhanku, dan kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”.
Ayat-ayat itu turun mengiringi sebab itu langsung atau sedikit dari sebab tersebut karena ada hikmah tertentu yang ada dibaliknya, ketika Rasulullah SAW ditanya oleh kaum Quraisy tentang ruh, Ashabul khfi, dan Zulkarnain. Rasul menjawab, “Besok akan Kuberitahukan kamu”, tanpa mengucapkan “Insya Allah”( Jika Alllah menghendaki). Ternyata wahyu itu terlambat turun selama belasan hari, tapi ada yang mengatakan tiga hari, ada juga yang empat puluh hari sehingga Rasul merasa kesulitan. Kemudian turunlah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut yang didalamnya terkandung pengarahan Allah bagi Rasul-Nya berupa pengecualian dengan mengucapkan “Insya Allah”, Allah berfirman:
ولا تقولن لشىء انى فا عل ذالك غدا. الا انيشاء اللله وذكر ربك اذا نسيت وكل عسى انيهدين ربى لاقرب من هذا رشدا. (الكهف : 24-23)
Artinya :
“Dan janganlah kamu sekali-kali katakan terhadap sesuatu: “sesunguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi”, kecuali (dengan menyebut):”Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.
Pertanyaan yang ketiga, pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti dalam surat Al-Nazi’at ayat 42:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا
Artinya :“Mereka bertanya kepadamu tentang kiamat, kapankah terjadinya?”
Sekalipun ayat-ayat itu berbicara tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa lalu atau yang masa yang akan datang, seperti sebagian kisah para Nabi, bangsa-bangsa terdahulu dan pembicaraan tentang hari kiamat serta hal-hal yang berkaitan dengannya, namun kisah-kisah itu bukan sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Akan tetapi, ayat-ayat itu diturunkan untuk menjadi pelajaran dan cermin perbandingan bagi umat yang membaca atau mendengarnya dan bukan diturunkan sehubungan dengan peristiwa itu berlangsung atau pertanyaan yang sedang dihadapi Rasul saw. Dan Ayat-ayat yang seperti itu banyak dijumpai dalam Al-Qur’an.
B.   Perlunya pengetahuan Asbab Al-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an
            Mempelajari dan mengetahui Asbab Al-Nuzul bagi turunnya Al-Qur’an sangatlah penting, terutama dalam memahami ayat-ayat yng mneyangkut hukum. Para ulama’ juga telah menulis beberapa kitab khusus tentang sebab-sebab turunya ayat Al-Qur’an dan menekankan betapa pentingnya Asbab Al-Nuzul dengan pernyataan-pernyataaan yang tegas. Dalam kitabnya, Al-Wahidi berkata: “Tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui kisahnya. dan sebab turun ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami makna Al-Qur’an.
Sebagai contoh tentang bahaya menafsirkan Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya ialah Penafsiran Usman bin Mazun dan Amr bin Ma’addi terhadap ayat :
ليس على الذين امنوا وعملوا الصلحت جناح فيما طعموا اذا ما اتقوا وامنو وعملوا الصلحت.... (المائدة : 93) 
Artinya :
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman dan beramal shalih”. (Q.S Al-Maidah: 93)
Mereka memperbolehkan minum khamer berdasarkan ayat ini. As Suyuti berkomentar bahwa sekirannya mereka mngetahui sebab turun ayat ini, tentunya mereka tidak akan mengatakan demikian. Sebab, Ahmad An-Nasa’i dan lainnya meeriwayatkan bahwa sebab turun ayat ini adalah karena orang-orang bertanya ketika khamer diharamkan bagaimana nasib kaum muslimin yang terbunuh dijalan Allah sedang mereka dahulunya minum khamer.
            Dari contoh diatas, dapat dipahami bahwa betapa bahayanya memahami Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya ayat tersebut. Namun demikian, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua ayat Al-Qur’an harus mempunyai sebab turun. Ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak semuanya harus diketahui sehingga tanpa mengetahuinya ayat tersebut bisa dipahami. Ahmad Adil Kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat Al-Qur’an melelui dua cara. Pertama, ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan terhadap Nabi SAW. Kedua, ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan. Kemudian, ia menambahkan bahwa ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, ayat-ayat yng sebab turunnya harus diketahui, seperti ayat-ayat hukum. Sebab, itu penting untuk diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru. Kedua, ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, seperi ayat-ayat yang menyangkut kisah dalam Al-Qur’an. Kebanyakan ayat-ayat kisah, turun tanpa sebab yang khusus. Namun, bukan berarti bahwa semua ayat-ayat kisah tidak perlu mengetahui sebab turunnya. Bagaimanapun, sebagian kisah yang ada dalam Al-Qur’an tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan tentang sebab turunnya. Seperti ayat-ayat menyangkut tuduhan terhadap Aisyah ra. Sedangkan kisah-kisah sebab turunnya ayat tidak harus diketahui ialah kisah bangsa-bangsa terdahulu, ayat-ayat yang menyangkut ibadah, celaan, janji, ancaman, pengajaran, pengarahan, perintah, dan larangan. Ayat-ayat seperti ini dapat dipahami tanpa mengetahui sebab turunnya. Sementara ayat-ayat tertentu tidak dapat dipahami sama sekali tanpa mengetahui sebab turunnya.
C.  Kegunaan dan faedah mengetahui Asbab Al-Nuzul
            Menurut Al-Zarqani, ada tujuh macam diantara kegunaan dan faedah mengetahui Asbab Al-Nuzul, sebagai berikut:
1.      Dengan adanya pengetahuan Asbab Al-Nuzul, kita dapat megetahui tentang rahsia, makna dan tujuan Allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui Al-Qur’an.
2.      Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan dari kesulitan.
3.      Dapat menolak dugaan adanya hasr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung hasr itu tadi.
4.      Dapat mengkhususkan hukum pada sebab menurut ulama’ yang memandang bahwa yang harus diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
5.      Dengan mempelajari sebab turunnya, diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya (pengkhususan).
6.      Dengan Asbab Al-Nuzul, diketahui ayat tertentu yang turun pada orang secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran.
7.      Dapat mempermudah orang dalam menghafal ayat-ayat Al-Qur’an karena mengerti sebab-sebab turunya ayat yang telah dihafal.
BAB III
KESIMPULAN
            Semua kegunaan dan faedah yang telah disebutkan diatas sangatlah penting diketahui oleh seorang mufasir yang hendak menafsirkan Al-Qur’an dan mengistinbat hukum-hukum yang ada didalam Al-Qur’an, terutama sebab-sebab turun ayat-ayat yang menyangkut hukum. Dan dengan mengetahui Asbab Al-Nuzul kita dapat menunjang kemantapan pendirian dan kesempurnaan wawasan bagi seorang yang hendak memahami Al-Qur’an secara benar.
            Dari uraian diatas juga, merupakan bagian penting dalam upaya untuk lebih memahami apa yang ingin disampaikan al-Qur’an dan sebagai salah satu kajian Ulumul Qur’an yang lebih objektif dan kontekstual. Karena al-Quran tidak bisa dipahami tanpa terlebih dahulu untuk mengetahui sebab turunnya ayat tersebut.

Daftar Pustaka
Abdul Wahid, Ramli. 1993. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali.
Al-Qathan, Mana’. 2001. Pembahasan Ilmu al-Qur’an. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
Syadzali, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an. Bandun:  Pustaka Setia.
Usman. 2009. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Offset. hal.103

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA ABAD  XVI-XIX M Husain Imaduddin Siti Robikah Pendahuluan Pusat studi Islam di Asia Tenggara dan k...