Bab I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang.
Dalam pemahaman dan keyakinan kita
sebagai umat Islam, Al-Qur’an sebagai kitab suci, mengandung sabda Tuhan (Kalam
Allah) yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat
Jibril, secara berangsur-angsur
(mutawatir). Dalam memahami Alqur’an yang mulia itu, tentunya kita
perlu untuk mengetahui apa sebab diturunkannya Al-Qur’an itu ke bumi ini. Atau yang lebih kita kenal dengan Asbab
Al-Nuzul. Pentingnya ilmu asbab
Al-nuzul dalam ilmu Al-Qur'an ialah guna mempertegas dan mempermudah dalam
memahami ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri.
Ilmu Asbab A-Nuzul
mempunyai pengaruh yang penting dalam memahami ayat, karenanya kebanyakan ulama
begitu memperhatikan ilmu tentang Asbabun Nuzul bahkan ada yang menyusunnya
secara khusus.
Oleh karena pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam ilmu
Al-Qur'an guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya,
dapatlah dikatakan bahwa di antara ayat Al-Qur'an ada yang belum tentu dapat
dipahami secara jelas atau tidak
mungkin diketahui ketentuannya/hukumnya tanpa ilmu Asbabun Nuzul.
1.2.
Rumusan Masalah
A. Membahas pengertian Asbab
Al-Nuzul
B. Membahas pengetahuan Asbab
Al-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an
C.
Membahas kegunaan dan faedah mengetahui Asbab Al-Nuzul
1.3.
Tujuan
A. Dapat memahami Isi/kandungan Al-Quran
dengan benar.
B. Dapat mengetahui latar belakang ayat tersebut diturunkan.
C. Dapat menetapkan hukum atas diturunkanya kisah didalam
Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asbab Al-Nuzul
Secara etimologi, “Asbab Al-Nuzul” berarti sebab-sebab atau latar belakang turunya
ayat-ayat. Al Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW secara bernagsur-angsur melalui perantara malaikat Jibril.
Al-Qur’an diturunkan tidak lain adalah untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak
dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu, dapat
dikatakan bahwa penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan kehidupan manusia
merupakan sebab umum turunnya Al-Qur’an.
Menurut Mana’ Al-Qathan asbab al-nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan
turunya Al-Qur’an berkenaan dengan waktu peristiwa itu terjadi baik berupa
kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi SAW. (Mana’
Al-Qathan, 2007: 95).
ما نزلت الا ية اوالايا ت بسببه متضمنة له او مجيبة
عنه او مبينة لحكمه زمن وقوع
Artinya :
“Sesuatu yang
dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu,
atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa
terjadinya sebab tersebut”.
Definisi
ini memberikan pengertian bahwa sebab turunnya suatu ayat adakalanya berbentuk
peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Suatu ayat atau beberapa ayat
turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau
memberi jawaban atas pertanyaan tertentu.
Sebab-sebab
turun ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam. Pertama, peristiwa berupa
pertengkaran seperti perselisihan yang berkecamuk antara segolongan dari suku
Aus dan golongan dari suku Khazraj. Perselisihan itu timbul dari intrik-intrik
orang yahudi sehingga mereka berteriak: “Senjata senjata! perang!”. Peristiwa tersebut menyebabkan
turunya ayat di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran (3): 100.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا
إِنْ تُطِيعُوا
فَرِيقًا مِنَ
الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ يَرُدّوكُمْ
بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
كَافِرِينَ
(ال عمران : ..ا)
Artinya
:
”Hai
orang-orang beriman, jika kamu mengikuti
sebagian orang-orang yang diberi Al-Kitab,
niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu
beriman”.
Hal ini merupakan cara terbaik untuk menjauhkan
orang-orang dari perselisihan dan merangsang orang kepada sikap kasih sayang,
persatuan, dan kesepakatan.
Yang kedua, peristiwa berupa kesalahan yang serius,
seperti peristiwa seseorang yang mengimami shalat sedang dalam keadaan mabuk
sehingga salah dalam membaca surat Al Kafirun. Ia membaca,
قل يا ايها الكا فرون. اعبد ما تعبدون
Dengan tanpa لا pada
اعبد لا . peristiwa ini menyebabkan turunnya ayat :
يا ايهاالذين امنو لا تَقْربُو الصلو ة وانتم سكرى حتى
تعلموا ما تقولون...... (النساء: 43)
Artinya :
“Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu hampiri sholat sedang kamu dalam keadaan
mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan......” (Q.S An-Nisa’: 43)
Yang
ketiga, peristiwa berupa adanya cita-cita atau keinginan. Contohnya adalah
dalam sejarah yang mencatat ada beberapa ucapan yang ingin di sampaikan sahabat
Umar bin Khattab, tetapi beliau tidak mengucapkanya, kemudian turunlah ayat
yang diinginkan Umar dalam QS Al Mukminun (23) ayat 14:
فَتَبَارَكَ اللهُ
أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ…
Artinya: “Maka Maha sucilah Allah, pencipta yang paling
baik”.
Adapun sebab-sebab
turunnya ayat dalam bentuk pertanyaan dapat dikelompokkan dalam tiga macam
(Ramli Abdul Wahid, 1993: 32). Pertama, pertanyaan yang berhubungan dengan
sesutu yang telah lalu, seperti dalam surat Al-Kahfi ayat 83:
ويسْألُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُوعَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا
Artinya: “Mereka
bertanya kepadamu tentang zulkarnain”.
Yang kedua, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu
yang sedang berlangsung pada waktu itu, seperti dalam surat Al-Isro’ ayat 85:
مِنَ أُوتِيتُمْ وَمَا رَبِّي أَمْرِ مِنْ
الرُّوحُ قُلِ الرُّوحِ عَنِ وَيَسْأَلُونَكَ
قَلِيل إِلَّا
الْعِلْمِ
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah
bahwa ruh itu urusan Tuhanku, dan kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”.
Ayat-ayat itu turun mengiringi sebab itu langsung atau
sedikit dari sebab tersebut karena ada hikmah tertentu yang ada dibaliknya,
ketika Rasulullah SAW ditanya oleh kaum Quraisy tentang ruh, Ashabul khfi, dan Zulkarnain.
Rasul menjawab, “Besok akan Kuberitahukan kamu”, tanpa mengucapkan “Insya Allah”(
Jika Alllah menghendaki). Ternyata wahyu itu terlambat turun selama belasan
hari, tapi ada
yang mengatakan tiga hari, ada juga yang empat puluh hari sehingga Rasul merasa kesulitan. Kemudian turunlah jawaban-jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tersebut yang didalamnya terkandung pengarahan Allah bagi
Rasul-Nya berupa pengecualian dengan mengucapkan “Insya Allah”, Allah berfirman:
ولا تقولن لشىء انى فا عل ذالك غدا. الا انيشاء اللله وذكر
ربك اذا نسيت وكل عسى انيهدين ربى لاقرب من هذا رشدا. (الكهف : 24-23)
Artinya
:
“Dan
janganlah kamu sekali-kali katakan terhadap sesuatu: “sesunguhnya aku akan
mengerjakan itu besok pagi”, kecuali (dengan menyebut):”Insya Allah”. Dan
ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “mudah-mudahan Tuhanku
akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.
Pertanyaan yang ketiga, pertanyaan yang berhubungan
dengan masa yang akan datang, seperti dalam surat Al-Nazi’at ayat 42:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا
Artinya :“Mereka
bertanya kepadamu tentang kiamat, kapankah terjadinya?”
Sekalipun ayat-ayat
itu berbicara tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa lalu atau yang masa
yang akan datang, seperti sebagian kisah para Nabi, bangsa-bangsa terdahulu dan
pembicaraan tentang hari kiamat serta hal-hal yang berkaitan dengannya, namun
kisah-kisah itu bukan sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Akan tetapi, ayat-ayat
itu diturunkan untuk menjadi pelajaran dan cermin perbandingan bagi umat yang
membaca atau mendengarnya dan bukan diturunkan sehubungan dengan peristiwa itu
berlangsung atau pertanyaan yang sedang dihadapi Rasul saw. Dan
Ayat-ayat yang seperti itu banyak dijumpai
dalam Al-Qur’an.
B.
Perlunya pengetahuan Asbab Al-Nuzul dalam memahami
Al-Qur’an
Mempelajari dan mengetahui Asbab
Al-Nuzul bagi turunnya Al-Qur’an sangatlah penting, terutama dalam memahami
ayat-ayat yng mneyangkut hukum. Para ulama’ juga telah menulis beberapa kitab
khusus tentang sebab-sebab turunya ayat Al-Qur’an dan menekankan betapa
pentingnya Asbab Al-Nuzul dengan pernyataan-pernyataaan yang tegas. Dalam
kitabnya, Al-Wahidi berkata: “Tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat
Al-Qur’an tanpa mengetahui kisahnya. dan sebab turun ayat adalah jalan yang
kuat dalam memahami makna Al-Qur’an.
Sebagai contoh tentang bahaya menafsirkan Al-Qur’an tanpa mengetahui
sebab turunnya ialah Penafsiran Usman bin Mazun dan Amr bin Ma’addi terhadap
ayat :
ليس على الذين امنوا وعملوا الصلحت جناح فيما طعموا اذا ما
اتقوا وامنو وعملوا الصلحت.... (المائدة : 93)
Artinya
:
“Tidak ada dosa bagi
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih karena memakan makanan
yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman dan
beramal shalih”. (Q.S Al-Maidah: 93)
Mereka memperbolehkan minum khamer berdasarkan
ayat ini. As Suyuti berkomentar bahwa sekirannya mereka mngetahui sebab turun
ayat ini, tentunya mereka tidak akan mengatakan demikian. Sebab, Ahmad
An-Nasa’i dan lainnya meeriwayatkan bahwa sebab turun ayat ini adalah karena
orang-orang bertanya ketika khamer diharamkan bagaimana nasib kaum muslimin
yang terbunuh dijalan Allah sedang mereka dahulunya minum khamer.
Dari contoh diatas,
dapat dipahami bahwa betapa bahayanya memahami Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab
turunnya ayat tersebut. Namun demikian, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya
tidak semua ayat Al-Qur’an harus mempunyai sebab turun. Ayat-ayat yang
mempunyai sebab turun juga tidak semuanya harus diketahui sehingga tanpa
mengetahuinya ayat tersebut bisa dipahami. Ahmad Adil Kamal menjelaskan bahwa
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an melelui dua cara. Pertama, ayat-ayat turun sebagai
reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan terhadap Nabi SAW. Kedua, ayat-ayat
turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
Kemudian, ia menambahkan bahwa ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi
menjadi dua kelompok. Pertama, ayat-ayat yng sebab turunnya harus diketahui,
seperti ayat-ayat hukum. Sebab, itu penting untuk diketahui agar penetapan
hukumnya tidak menjadi keliru. Kedua, ayat yang sebab turunnya tidak harus
diketahui, seperi ayat-ayat yang menyangkut kisah dalam Al-Qur’an. Kebanyakan
ayat-ayat kisah, turun tanpa sebab yang khusus. Namun, bukan berarti bahwa
semua ayat-ayat kisah tidak perlu mengetahui sebab turunnya. Bagaimanapun,
sebagian kisah yang ada dalam Al-Qur’an tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan
tentang sebab turunnya. Seperti ayat-ayat menyangkut tuduhan terhadap Aisyah
ra. Sedangkan kisah-kisah sebab turunnya ayat tidak harus diketahui ialah kisah
bangsa-bangsa terdahulu, ayat-ayat yang menyangkut ibadah, celaan, janji,
ancaman, pengajaran, pengarahan, perintah, dan larangan. Ayat-ayat seperti ini
dapat dipahami tanpa mengetahui sebab turunnya. Sementara ayat-ayat tertentu
tidak dapat dipahami sama sekali tanpa mengetahui sebab turunnya.
C.
Kegunaan dan faedah mengetahui Asbab Al-Nuzul
Menurut Al-Zarqani, ada
tujuh macam diantara kegunaan dan faedah mengetahui Asbab Al-Nuzul, sebagai
berikut:
1.
Dengan adanya pengetahuan Asbab Al-Nuzul, kita
dapat megetahui tentang rahsia, makna dan tujuan Allah secara khusus
mensyari’atkan agama-Nya melalui Al-Qur’an.
2.
Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan
dari kesulitan.
3.
Dapat menolak dugaan adanya hasr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung hasr itu tadi.
4.
Dapat mengkhususkan hukum pada sebab menurut
ulama’ yang memandang bahwa yang harus diperhatikan adalah kekhususan sebab dan
bukan keumuman lafal.
5.
Dengan mempelajari sebab turunnya, diketahui pula
bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam
ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya (pengkhususan).
6.
Dengan Asbab Al-Nuzul, diketahui ayat tertentu
yang turun pada orang secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran.
7.
Dapat mempermudah orang dalam menghafal ayat-ayat
Al-Qur’an karena mengerti sebab-sebab turunya ayat yang telah dihafal.
BAB III
KESIMPULAN
Semua kegunaan dan
faedah yang telah disebutkan diatas sangatlah penting diketahui oleh seorang
mufasir yang hendak menafsirkan Al-Qur’an dan mengistinbat hukum-hukum yang ada
didalam Al-Qur’an, terutama sebab-sebab turun ayat-ayat yang menyangkut hukum. Dan
dengan mengetahui Asbab Al-Nuzul kita dapat menunjang kemantapan pendirian dan
kesempurnaan wawasan bagi seorang yang hendak memahami Al-Qur’an secara benar.
Dari uraian diatas juga, merupakan bagian
penting dalam upaya untuk lebih memahami apa yang ingin disampaikan al-Qur’an
dan sebagai salah satu kajian Ulumul Qur’an yang lebih objektif dan
kontekstual. Karena al-Quran
tidak bisa dipahami tanpa terlebih dahulu untuk mengetahui
sebab turunnya ayat tersebut.
Daftar Pustaka
Abdul Wahid, Ramli. 1993. Ulumul
Qur’an. Jakarta:
Rajawali.
Al-Qathan, Mana’. 2001. Pembahasan Ilmu
al-Qur’an. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
Syadzali, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an.
Bandun: Pustaka Setia.
Usman. 2009. Ulumul Qur’an. Yogyakarta:
Pustaka Offset. hal.103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar