Jumat, 01 April 2016

Madzhab Tafsir



SEJARAH TAFSIR KLASIK DAN TAFSIR PADA MASA RASULULLAH
Oleh: Siti Robikah
ILMU AL QURAN DAN TAFSIR


ABSTRAK

Tafsir sudah ada sejak masa Rasulullah SAW. Beliau adalah penafsir Al Quran pertama. Perkembangan penafsiran setelah wafatnya Rasulullah menjadi awal adanya madzhab tafsir. Keinginan setiap generasi untuk selalu mengkonsumsi dan menjadikan Al Quran sebagai pedoman hidup. Semakin banyak para mufasir yang ingin menafsirkan Al Quran maka akan semakin banyak pula perbedaan corak tafsir yang bermunculan. Pada masa Rasulullah, ketika ayat Al Quran turun beliau langsung menjelaskan dan menafsirkan ayat Al Quran. Para Ulama’ berbeda pendapat  mengenai penafsiran Rasulullah. Sebagian dari Ulama’ berpendapat bahwa semua ayat Al Quran telah ditafsirkan oleh Rasulullah dan ada pula dari para Ulama’ yang berpendapat bahwa tidak semua ayat Al Quran ditafsirkan oleh Rasulullah.

Kata kunci : Tafsir

A. Pendahuluan

Al Quran sebagai kitab suci dan pedoman manusia mempunyai karakteristik yang terbuka untuk ditafsirkan. Dapat terlihat dari sejarah penafsiran Al Quran sebagai respon umat islam dalam upaya memahaminya. Pemahaman umat islam tidak berhenti ataupun monoton, tetapi berkembang secara dinamis mengikuti perkembangan zaman. Inilah yang menyebabkan adanya berbagai corak dan madzhab dalam penafsiran Al Quran.
Madzhab tafsir merupakan tema besar yang berusaha mengkaji secara kritis mengenai berbagai upaya, kelompok maupun individu, untuk menegakkan kitab suci Al Quran, bagaimana dari setiap mereka memahami dan menginterpretasikan makna kata sehingga dari satu kata tersebut memiliki ragam tafsir dan pemahaman dengan berbagai kepentingan yang diusungnya.
Menurut Ignaz, munculnya perdebatan seputar bacaan Al Quran dalam generasi awal tidak lain merupakan usaha untuk menjaga, melestarikan dan menegakkan kitab suci ini. Ragam bacaan mencerminkan usaha untuk menafsirkan firman Tuhan. Munculnya bacaan Al Quran yang dianggap liar atau bahkan bertentangan dengan mushaf resmi mesti harus ditampilkan mengenai perhelatan hebat seputar klaim kebenaran bacaan Al Quran, karena perbedaan bacaan tidak semata-mata perbedaan redaksi bacaan, tetapi memiliki implikasi yang sangat jauh dalam memahami dan memaknai teks kitab suci. Dan inilah karakteristik tafsir tahap awal islam (Goldzhier,2013: )

B. Pembahasan
1.      Pengertian Madzhab Tafsir
Secara bahasa madzhab tafsir berasal dari dua kata yaitu madzhab dan Al Tafsir. Dalam kaidah bahasa arab kata madzhab tafsir termasuk idhofah yang terdiri dari mudhof dan  mudhof ilaih. Kata Madzhab berasal dari kata dzahaba, yadzhabu, dzahaaban yang artinya pergi atau mengambil jalan bisa diartikan dengan aliran, pendapat, pandangan dan teori. Sedangkan kata Tafsir berasal dari kata fassara, yufassiru, tafsiran yang artinya menerangkan, menyingkap, menjelaskan.
Secara istilah kata madzhab dapat dipahami sebagai hasil ijtihad, pemikiran atau penafsiran ulama yang kemudian oleh pengikutnya atau muridnya dikumpulkan kemudian dinisbatkan kepada tokohnya. Kata tafsir juga dapat dipahami sebagai sebuah hasil pemahaman terhadap ayat-ayat Al Quran yang dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan tertentu yang dipilih oleh seorang mufassir dengan tujuan untk menjelaskan makna dan maksut yang terkandung di dalamnya. Menurut Abu Hayyan tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz al-Qur’an dan menerangkan petunjuk-petunjuknya serta hukum-hukumnya baik ketika mufrad maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dibawa oleh afal-lafal itu ketika susunan redaksi, serta ulasan-ulasan yang melengkapi semua itu. Menurut Az-Zarkasyi tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW dan menjelaskan artinya serta mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya ( Kuswaya, 2015: 238)
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya madzhab tafsir
   Menurut Abdul Mustaqim dalam bukunya madzahibut tafsir mengatakan bahwa munculnya madzhab-madzhab tafsir merupakan sebuah keniscayaan sejarah. Sebab, setiap generasi ingin selalu “megkonsumsi” dan menjadikanAlquran sebagai pedoman hidup, Bahkan kadang-kadang sebagai legitimasi bagi tindakan dan perilakunya (Mustaqim,2003:4). Penulis mengafirmasi Ignaz Goldziher yang menyatakan bahwa setiap arus pemikiran yang muncul dalam perjalanan sejarah islam senantiasa cenderung mencari justifikasi kebenaran bagi dirinya pada kitab suci dan menjadikan kitab ini sebagai sandaran untuk menunjukkan kesesuaian pemikirannya dengan islam dan dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW.(Goldzhier, 2014:3).
Secara rinci, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya madzhab-madzhab tafsir secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal (al-‘awâmil al-dakhiliyah) dan faktor eksternal (al-‘awâmil al-khârijiyah).
a.Faktor internal
Faktor internal adalah hal-hal yang ada di dalam teks itu sendiri, seperti pertama, kondisi objektif teks al-Qur’an itu sendiri yang memungkinkan untuk dibaca secara beragam. Sebagaimana banyak dalam literatur ulumul Qur’an bahwa al-Qur’an diturunkan dengan berbagai versi bacaan atau yang dikenal dengan sab’atu ahruf.
Kedua, kondisi objektif dari kata-kata dalam al-Qur’an yang memang memungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa arab itu sangat kaya makna, bahkan makna dari suatu kata kadang terus mengalami perkembangan.
Ketiga, adanya ambiguitas makna dalam al-Qur’an dengan adanya kata-kata musytarak(nash yang dipakai untuk beberapa arti yang berlainan( Ash-Shiddieqy,1997: 192) seperti kata al-Qur’u (dapat bermakna suci dapat pula bermakna haid). Demikian pula kata-kata yang dapat diartikan hakiki dan majaz seperti kata lamasa (dapat bermakna bersentuhan biasa dapat pula bermakna bersetubuh).
b.  Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar teks al-Qur’an yaitu kondisi subjektif si Mufasir sendiri seperti kondisi sosio-kultural, politik, prejudice-prejudice yang melingkupi Mufasirnya. Selain itu persepektif dan keahlian atau ilmu yang ditekuninya juga merupakan faktor yang cukup signifikan. Termasuk pula riwayat-riwayat atau sumber yang dijadikan rujukan dalam menafsirkan suatu ayat.
Madzhab tafsir yang sudah berkembang selama ini, ternyata para ulama berbeda-beda dalam memetakannya. Ada yang membagi berdasarkan periodesasinya atau kronologi waktunya menjadi madzhab tafsir klasik, pertengahan dan kontemporer.  Ada pula yang berdasarkan kecenderungannya, sehingga muncul madzhab teologi mufasirnya seperti tafsir sunni, mu’tazili dan sebagainya. Ada pula yang melihat perspektif atau pendekatan yang dipakainya sehingga muncul istilah tafsir sufi, fiqhi dan sebagainya.
C.Tafsir Periode klasik
Tafsir periode klasik adalah tafsir yang berkembang pada masa Rasulullah hingga munculnya tafsir masa pembukuan (akhir masa Daulat Bani Umayah atau awal Daulat Bani Abbasiyah), yakni abad I H sampai abad II H. Tafsir periode ini meliputi Rasulullah, Sahabat, Tabi’in.
Tafsir pada masa Rasulullah dapat ditemukan dari beberapa kitab hadis yang menjelaskan tentang penafsiran Al Quran dari Rasulullah kepada para sahabat.
Pada masa Rasulullah SAW setiap menerima ayat Al Quran langsung menyampaikan kepada para sahabat serta menafsirkan mana yang perlu ditafsirkan. Penafsiran Rasulullah adakalanya dengan sunnah Qauliyah, Sunnah Fi’liyah, ataupun Sunnah Taqririyah. Ketika itu tafsir yang diterima Rasulullah sendiri sedikit sekali. Menurut Aisyah ra “Rasulullah menafsirkan hanya beberapa ayat saja, menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan Jibril.”Maka dari itu para sahabat bersungguh-sungguh mempelajari Al Quran, yakni memahami, menghayati maknanya ( Ash-shiddieqy, 1997:195).
Rasulullah Muhammad SAW adalah awwalu al-mufassiriin, orang pertama yang menguraikan dan menjelaskan Alquran kepada umatnya.Pada waktu Rasulullah masih hidup, tampaknya tak seorang pun dari para sahabat yang berani menafsirkan Alquran.
Ayat Al Quran yang menjelaskan bahwa Rasulullah ditugaskan untuk menerangkan Al Quran kepada umat manusia.
An Nahl (16): 64
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmŠÏù   Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 šcqãZÏB÷sムÇÏÍÈ  

64. dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah Muhammad SAW diperintahkan untuk menerangkan, menjelaskan, dan memberikan penafsiran mengenai wahyu yang telah diturunkan atas persoalan-persoalan yang diperselisihkan oleh umatnya dalam masalah-masalah keagamaan( Mustaqim,2003:34-35).
Penafsiran Rasulullah selalu dibantu oleh wahyu yang merupakan salah satu makna kemaksuman Rasulullah. Apabila para sahabat tidak mengetahui makna atau maksud suatu ayat, mereka segera merujuk dan bertanya kepada beliau. Namun hal ini tidak berarti bahwa seluruh kandungan makna Alquran secara detail sudah dijelaskan oleh Rasulullah, sebab banyak ayat Alquran yang belum sempat dijelaskan oleh Rasulullah dan itu merupakan tugas bagi generasi berikutnya untuk menjelaskannya ( Mustaqim,2003: 36).
            Penafsiran pada masa Rasulullah menimbulkan sebuah pertanyaan apakah semua ayat telah dijelaskan Rasulullah atau hanya beberapa? Dan apabila tidak semua maka berapa banyak ayat yang dijelaskan oleh Rasulullah?
            Para Ulama’ berbeda pendapat mengenai hal ini. Terdapat dua pendapat yang berbeda. Pertama, diwakili oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa Rasulullah telah menjelaskan setiap lafadh dan makna Al Quran kepada Sahabatnya. Ibnu Taimiyah berkata “ Wajib untuk diketahui, bahwa Rasulullah telah menjelaskan makna Al Quran kepada para sahabat sebagaimana belaiupun telah menjelaskan lafadz-lafadznya. Firman Allah yang berbunyi, “ li tubayyina linnasi ma nuzzila ilaihim” membuktikan hal tersebut. Kedua, Al Khubi (w. 637 H) mengatakan bahwa penafsiran Al Quran yang benar tidak dapat diketahui, kecuali dengan cara mendengarkan dari Rasul, dan hal itu tidak terjadi kecuali pada sebagian ayat kecil saja. As Suyuthi menguatkan bahwa riwayat yang shahih dari Rasulullah berkaitan dengan penafsiran Al Quran sangat sedikit, bahkan riwayat yang datang dari Rasulullah tentang persoalan itupun sangat sedikit ( Muhammad, 1992:14-15). Perbedaan-perbedaan tersebut timbul karena adanya perbedaan argumen yang digunakan. Salah satu argumen dari golongan Ibnu Taimiyah adalah QS An Nahl ayat 64 (sudah diijelaskan sebelumnya) sedangkan argumen yang digunakan oleh golongan Al Khubi adalah hadis yang disandarkan pada Aisyah “Rasulullah menafsirkan hanya beberapa ayat saja, menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan Jibril.”

Beberapa contoh ayat yang dijelaskan oleh Rasulullah.
·         Firman Allah:
z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB y7ç6Éf÷èム¼ã&è!öqs% Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ßÎgô±ãƒur ©!$# 4n?tã $tB Îû ¾ÏmÎ6ù=s% uqèdur $s!r& ÏQ$|ÁÏø9$# ÇËÉÍÈ  
204. dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras ( Al Baqarah:204).
Al Bukhori, Muslim, dan At Turmudzi telah eriwaatkan hadis dari Aisyah ra, dari Rasulullah SAW bersabda
اَبْغَضُ الرِّجَالَ اِلَي اللهِ الأَلَدُ الخَصْمُ
Artinya: “ Laki-laki yang paling dibenci Alla adaah penantang yang keras.”


·         Firman Allah:
(#qÝàÏÿ»ym n?tã ÏNºuqn=¢Á9$# Ío4qn=¢Á9$#ur 4sÜóâqø9$# (#qãBqè%ur ¬! tûüÏFÏY»s% ÇËÌÑÈ  
238. peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
Al Bukhori dan At Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari Ali ra yang  menyebutkan bahwa pada peristiwa Al Ahzab, Rasulullah SAW bersabda:
اَللَّهُمَّ امْلَأ قُبُورَهُم وَبُيُوتَهُمْ نَارًا كَمَا شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الوُسْطَي حَتّى غَابَتِ الشَّمْسُ
Artinya: “ Ya Allah penuhilah kuburan dan rumah mereka dengan api sebagaimana halnya mereka memalingkan kita dari sholat wustha hingga matahari terbenam.”
·         QS Al Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
4 (#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# ( 
187. Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar.
Al Bukhari dan Muslim telah menyampaikan sebuah riwayat dari Adi bin Hatim mengenai penafsiran QS Al Baqarah tersebut. Ibnu Hatim bertanya kepada Rasulullah SAW, Apakah yang dimaksud dengan dua benang ( al kaith, Al Biyadh min al kaith al aswad)?” Rasulullah menjawab “ Jika dapat melihat “dua benang”, tentunya tengkuk engkau sangat lebar. Bukan itu maksudnya, melainkan pekatnya malam dan terangnya siang.”
·         Ketika turun surat Al-an’am ayat 82:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=tƒ OßguZ»yJƒÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ  
82. orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Para sahabat kesulitan dalam memahaminya.Lalu mereka bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah!Siapa diantara kami yang tidak berbuat zalim terhadap dirinya?”  Rasulullah menjawab , “ Maksud Zalim disini bukan seperti yang kalian kenal selama ini. Tidaklah kalian mendengar firman-Nya:
 žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ  
13. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

D.Kesimpulan
   Madzhab tafsir muncul dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik itu faktor internal maupun eksternal.Perbedaan pemetaan oleh Ulama menyebabkan banyaknya klasifikasi dalam madzhab tafsir.Ada yang membagi berdasarkan periodesasinya atau kronologi waktunya menjadi madzhab tafsir klasik, pertengahan dan kontemporer.  Ada pula yang berdasarkan kecenderungannya, sehingga muncul madzhab teologi mufasirnya seperti tafsir sunni, mu’tazili dan sebagainya. Ada pula yang melihat perspektif atau pendekatan yang dipakainya sehingga muncul istilah tafsir sufi, fiqhi dan sebagainya.
Tafsir periode klasik meliputi masa Rasulullah, Sahabat, dan Para Tabi’in.Rasulullah menafsirkan Al Quran adakalanya dengan sunnah qauliyah, fi’liyah maupun taqririyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA ABAD  XVI-XIX M Husain Imaduddin Siti Robikah Pendahuluan Pusat studi Islam di Asia Tenggara dan k...