SEJARAH TAFSIR KLASIK DAN TAFSIR PADA MASA RASULULLAH
Oleh: Siti Robikah
ILMU AL QURAN DAN TAFSIR
ABSTRAK
Tafsir sudah ada sejak masa Rasulullah SAW. Beliau adalah penafsir
Al Quran pertama. Perkembangan penafsiran setelah wafatnya Rasulullah menjadi
awal adanya madzhab tafsir. Keinginan setiap generasi untuk selalu mengkonsumsi
dan menjadikan Al Quran sebagai pedoman hidup. Semakin banyak para mufasir yang
ingin menafsirkan Al Quran maka akan semakin banyak pula perbedaan corak tafsir
yang bermunculan. Pada masa Rasulullah, ketika ayat Al Quran turun beliau
langsung menjelaskan dan menafsirkan ayat Al Quran. Para Ulama’ berbeda
pendapat mengenai penafsiran Rasulullah.
Sebagian dari Ulama’ berpendapat bahwa semua ayat Al Quran telah ditafsirkan
oleh Rasulullah dan ada pula dari para Ulama’ yang berpendapat bahwa tidak
semua ayat Al Quran ditafsirkan oleh Rasulullah.
Kata kunci : Tafsir
A. Pendahuluan
Al Quran sebagai kitab suci dan pedoman manusia mempunyai
karakteristik yang terbuka untuk ditafsirkan. Dapat terlihat dari sejarah penafsiran
Al Quran sebagai respon umat islam dalam upaya memahaminya. Pemahaman umat
islam tidak berhenti ataupun monoton, tetapi berkembang secara dinamis
mengikuti perkembangan zaman. Inilah yang menyebabkan adanya berbagai corak dan
madzhab dalam penafsiran Al Quran.
Madzhab tafsir merupakan tema besar yang berusaha mengkaji secara
kritis mengenai berbagai upaya, kelompok maupun individu, untuk menegakkan
kitab suci Al Quran, bagaimana dari setiap mereka memahami dan
menginterpretasikan makna kata sehingga dari satu kata tersebut memiliki ragam
tafsir dan pemahaman dengan berbagai kepentingan yang diusungnya.
Menurut
Ignaz, munculnya perdebatan seputar bacaan Al Quran dalam generasi awal tidak
lain merupakan usaha untuk menjaga, melestarikan dan menegakkan kitab suci ini.
Ragam bacaan mencerminkan usaha untuk menafsirkan firman Tuhan. Munculnya
bacaan Al Quran yang dianggap liar atau bahkan bertentangan dengan mushaf resmi
mesti harus ditampilkan mengenai perhelatan hebat seputar klaim kebenaran
bacaan Al Quran, karena perbedaan bacaan tidak semata-mata perbedaan redaksi
bacaan, tetapi memiliki implikasi yang sangat jauh dalam memahami dan memaknai
teks kitab suci. Dan inilah karakteristik tafsir tahap awal islam (Goldzhier,2013:
)
B. Pembahasan
1.
Pengertian Madzhab Tafsir
Secara bahasa madzhab tafsir berasal dari dua kata yaitu madzhab
dan Al Tafsir. Dalam kaidah bahasa arab kata madzhab tafsir termasuk idhofah
yang terdiri dari mudhof dan mudhof
ilaih. Kata Madzhab berasal dari kata dzahaba, yadzhabu, dzahaaban yang artinya
pergi atau mengambil jalan bisa diartikan dengan aliran, pendapat, pandangan
dan teori. Sedangkan kata Tafsir berasal dari kata fassara, yufassiru, tafsiran
yang artinya menerangkan, menyingkap, menjelaskan.
Secara
istilah kata madzhab dapat dipahami sebagai hasil ijtihad, pemikiran atau
penafsiran ulama yang kemudian oleh pengikutnya atau muridnya dikumpulkan
kemudian dinisbatkan kepada tokohnya. Kata tafsir juga dapat dipahami sebagai
sebuah hasil pemahaman terhadap ayat-ayat Al Quran yang dilakukan dengan
menggunakan metode dan pendekatan tertentu yang dipilih oleh seorang mufassir
dengan tujuan untk menjelaskan makna dan maksut yang terkandung di dalamnya. Menurut Abu
Hayyan tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz
al-Qur’an dan menerangkan petunjuk-petunjuknya serta hukum-hukumnya baik ketika
mufrad maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dibawa oleh afal-lafal itu
ketika susunan redaksi, serta ulasan-ulasan yang melengkapi semua itu. Menurut
Az-Zarkasyi tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang diturunkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW dan menjelaskan artinya serta mengeluarkan hukum-hukum
dan hikmah-hikmahnya ( Kuswaya, 2015: 238)
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi munculnya madzhab tafsir
Menurut Abdul
Mustaqim dalam bukunya madzahibut tafsir mengatakan bahwa munculnya
madzhab-madzhab tafsir merupakan sebuah keniscayaan sejarah. Sebab, setiap
generasi ingin selalu “megkonsumsi” dan menjadikanAlquran sebagai pedoman
hidup, Bahkan kadang-kadang sebagai legitimasi bagi tindakan dan perilakunya
(Mustaqim,2003:4). Penulis mengafirmasi Ignaz Goldziher yang menyatakan bahwa
setiap arus pemikiran yang muncul dalam perjalanan sejarah islam senantiasa cenderung
mencari justifikasi kebenaran bagi dirinya pada kitab suci dan menjadikan kitab
ini sebagai sandaran untuk menunjukkan kesesuaian pemikirannya dengan islam dan
dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW.(Goldzhier, 2014:3).
Secara rinci, faktor-faktor yang menyebabkan
munculnya madzhab-madzhab tafsir secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu
faktor internal (al-‘awâmil al-dakhiliyah) dan faktor eksternal (al-‘awâmil
al-khârijiyah).
a.Faktor internal
Faktor internal adalah hal-hal yang ada di
dalam teks itu sendiri, seperti pertama, kondisi objektif teks al-Qur’an
itu sendiri yang memungkinkan untuk dibaca secara beragam. Sebagaimana banyak
dalam literatur ulumul Qur’an bahwa al-Qur’an diturunkan dengan berbagai versi
bacaan atau yang dikenal dengan sab’atu ahruf.
Kedua, kondisi objektif dari kata-kata dalam
al-Qur’an yang memang memungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam.
Sebagaimana dikatakan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa arab itu sangat kaya makna,
bahkan makna dari suatu kata kadang terus mengalami perkembangan.
Ketiga, adanya ambiguitas makna dalam al-Qur’an dengan
adanya kata-kata musytarak(nash yang dipakai untuk beberapa arti yang berlainan(
Ash-Shiddieqy,1997: 192) seperti kata al-Qur’u (dapat bermakna suci dapat pula
bermakna haid). Demikian pula kata-kata yang dapat diartikan hakiki dan majaz
seperti kata lamasa (dapat bermakna bersentuhan biasa dapat pula bermakna
bersetubuh).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di
luar teks al-Qur’an yaitu kondisi subjektif si Mufasir sendiri seperti kondisi
sosio-kultural, politik, prejudice-prejudice yang melingkupi Mufasirnya. Selain
itu persepektif dan keahlian atau ilmu yang ditekuninya juga merupakan faktor
yang cukup signifikan. Termasuk pula riwayat-riwayat atau sumber yang dijadikan
rujukan dalam menafsirkan suatu ayat.
Madzhab tafsir yang sudah berkembang selama
ini, ternyata para ulama berbeda-beda dalam memetakannya. Ada yang membagi
berdasarkan periodesasinya atau kronologi waktunya menjadi madzhab tafsir
klasik, pertengahan dan kontemporer. Ada
pula yang berdasarkan kecenderungannya, sehingga muncul madzhab teologi
mufasirnya seperti tafsir sunni, mu’tazili dan sebagainya. Ada pula yang
melihat perspektif atau pendekatan yang dipakainya sehingga muncul istilah
tafsir sufi, fiqhi dan sebagainya.
C.Tafsir Periode klasik
Tafsir periode klasik adalah tafsir yang
berkembang pada masa Rasulullah hingga munculnya tafsir masa pembukuan (akhir
masa Daulat Bani Umayah atau awal Daulat Bani Abbasiyah), yakni abad I H sampai
abad II H. Tafsir periode ini meliputi Rasulullah, Sahabat, Tabi’in.
Tafsir pada masa Rasulullah dapat ditemukan
dari beberapa kitab hadis yang menjelaskan tentang penafsiran Al Quran dari Rasulullah
kepada para sahabat.
Pada masa Rasulullah SAW setiap menerima ayat
Al Quran langsung menyampaikan kepada para sahabat serta menafsirkan mana yang
perlu ditafsirkan. Penafsiran Rasulullah adakalanya dengan sunnah Qauliyah,
Sunnah Fi’liyah, ataupun Sunnah Taqririyah. Ketika itu tafsir yang diterima Rasulullah
sendiri sedikit sekali. Menurut Aisyah ra “Rasulullah menafsirkan hanya
beberapa ayat saja, menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan Jibril.”Maka dari
itu para sahabat bersungguh-sungguh mempelajari Al Quran, yakni memahami,
menghayati maknanya ( Ash-shiddieqy, 1997:195).
Rasulullah Muhammad SAW adalah awwalu
al-mufassiriin, orang pertama yang menguraikan dan menjelaskan Alquran kepada
umatnya.Pada waktu Rasulullah masih hidup, tampaknya tak seorang pun dari para
sahabat yang berani menafsirkan Alquran.
Ayat Al Quran yang menjelaskan bahwa Rasulullah
ditugaskan untuk menerangkan Al Quran kepada umat manusia.
An Nahl (16): 64
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# wÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmÏù Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 cqãZÏB÷sã ÇÏÍÈ
64. dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab
(Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang
mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah
Muhammad SAW diperintahkan untuk menerangkan, menjelaskan, dan memberikan
penafsiran mengenai wahyu yang telah diturunkan atas persoalan-persoalan yang
diperselisihkan oleh umatnya dalam masalah-masalah keagamaan(
Mustaqim,2003:34-35).
Penafsiran Rasulullah selalu dibantu oleh wahyu
yang merupakan salah satu makna kemaksuman Rasulullah. Apabila para sahabat tidak
mengetahui makna atau maksud suatu ayat, mereka segera merujuk dan bertanya
kepada beliau. Namun hal ini tidak berarti bahwa seluruh kandungan makna
Alquran secara detail sudah dijelaskan oleh Rasulullah, sebab banyak ayat
Alquran yang belum sempat dijelaskan oleh Rasulullah dan itu merupakan tugas
bagi generasi berikutnya untuk menjelaskannya ( Mustaqim,2003: 36).
Penafsiran
pada masa Rasulullah menimbulkan sebuah pertanyaan apakah semua ayat telah
dijelaskan Rasulullah atau hanya beberapa? Dan apabila tidak semua maka berapa
banyak ayat yang dijelaskan oleh Rasulullah?
Para
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hal ini. Terdapat dua pendapat yang berbeda.
Pertama, diwakili oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa Rasulullah telah
menjelaskan setiap lafadh dan makna Al Quran kepada Sahabatnya. Ibnu Taimiyah
berkata “ Wajib untuk diketahui, bahwa Rasulullah telah menjelaskan makna Al
Quran kepada para sahabat sebagaimana belaiupun telah menjelaskan
lafadz-lafadznya. Firman Allah yang berbunyi, “ li tubayyina linnasi ma nuzzila
ilaihim” membuktikan hal tersebut. Kedua, Al Khubi (w. 637 H) mengatakan
bahwa penafsiran Al Quran yang benar tidak dapat diketahui, kecuali dengan cara
mendengarkan dari Rasul, dan hal itu tidak terjadi kecuali pada sebagian ayat
kecil saja. As Suyuthi menguatkan bahwa riwayat yang shahih dari Rasulullah
berkaitan dengan penafsiran Al Quran sangat sedikit, bahkan riwayat yang datang
dari Rasulullah tentang persoalan itupun sangat sedikit ( Muhammad, 1992:14-15).
Perbedaan-perbedaan tersebut timbul karena adanya perbedaan argumen yang
digunakan. Salah satu argumen dari golongan Ibnu Taimiyah adalah QS An Nahl
ayat 64 (sudah diijelaskan sebelumnya) sedangkan argumen yang digunakan
oleh golongan Al Khubi adalah hadis yang disandarkan pada Aisyah “Rasulullah
menafsirkan hanya beberapa ayat saja, menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan
Jibril.”
Beberapa contoh ayat yang dijelaskan oleh Rasulullah.
·
Firman Allah:
z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB y7ç6Éf÷èã ¼ã&è!öqs% Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# ßÎgô±ãur ©!$# 4n?tã $tB Îû ¾ÏmÎ6ù=s% uqèdur $s!r& ÏQ$|ÁÏø9$# ÇËÉÍÈ
204. dan di antara manusia ada orang yang
ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada
Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling
keras ( Al Baqarah:204).
Al
Bukhori, Muslim, dan At Turmudzi telah eriwaatkan hadis dari Aisyah ra, dari Rasulullah
SAW bersabda
اَبْغَضُ الرِّجَالَ
اِلَي اللهِ الأَلَدُ الخَصْمُ
Artinya:
“ Laki-laki yang paling dibenci Alla adaah penantang yang keras.”
·
Firman
Allah:
(#qÝàÏÿ»ym n?tã ÏNºuqn=¢Á9$# Ío4qn=¢Á9$#ur 4sÜóâqø9$# (#qãBqè%ur ¬! tûüÏFÏY»s% ÇËÌÑÈ
238. peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah)
shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
Al
Bukhori dan At Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari Ali ra yang menyebutkan bahwa pada peristiwa Al Ahzab, Rasulullah
SAW bersabda:
اَللَّهُمَّ امْلَأ
قُبُورَهُم وَبُيُوتَهُمْ نَارًا كَمَا شَغَلُونَا عَنِ الصَّلَاةِ الوُسْطَي حَتّى
غَابَتِ الشَّمْسُ
Artinya:
“ Ya Allah penuhilah kuburan dan rumah mereka dengan api sebagaimana halnya
mereka memalingkan kita dari sholat wustha hingga matahari terbenam.”
·
QS Al Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
4 (#qè=ä.ur (#qç/uõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKt ãNä3s9 äÝøsø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsø:$# ÏuqóF{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# (
187. Makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar.
Al Bukhari dan Muslim telah menyampaikan sebuah
riwayat dari Adi bin Hatim mengenai penafsiran QS Al Baqarah tersebut. Ibnu
Hatim bertanya kepada Rasulullah SAW, Apakah yang dimaksud dengan dua benang (
al kaith, Al Biyadh min al kaith al aswad)?” Rasulullah menjawab “ Jika dapat
melihat “dua benang”, tentunya tengkuk engkau sangat lebar. Bukan itu
maksudnya, melainkan pekatnya malam dan terangnya siang.”
·
Ketika turun surat Al-an’am ayat 82:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=t OßguZ»yJÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ
82. orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Para sahabat kesulitan dalam memahaminya.Lalu
mereka bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah!Siapa diantara kami yang
tidak berbuat zalim terhadap dirinya?” Rasulullah
menjawab , “ Maksud Zalim disini bukan seperti yang kalian kenal selama ini.
Tidaklah kalian mendengar firman-Nya:
cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
13. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".
D.Kesimpulan
Madzhab tafsir muncul dikarenakan adanya faktor-faktor yang
mempengaruhinya, baik itu faktor internal maupun eksternal.Perbedaan pemetaan
oleh Ulama menyebabkan banyaknya klasifikasi dalam madzhab tafsir.Ada yang
membagi berdasarkan periodesasinya atau kronologi waktunya menjadi madzhab
tafsir klasik, pertengahan dan kontemporer.
Ada pula yang berdasarkan kecenderungannya, sehingga muncul madzhab
teologi mufasirnya seperti tafsir sunni, mu’tazili dan sebagainya. Ada pula
yang melihat perspektif atau pendekatan yang dipakainya sehingga muncul istilah
tafsir sufi, fiqhi dan sebagainya.
Tafsir periode klasik meliputi masa Rasulullah,
Sahabat, dan Para Tabi’in.Rasulullah menafsirkan Al Quran adakalanya dengan
sunnah qauliyah, fi’liyah maupun taqririyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar